Kekuasaan Dinasti Abbasiyah berlangsung dalam rentang
waktu yang panjang,
dari tahun 132 H
(750 M) sampai 656 H (1250 M). Selama dinasti ini berkuasa pola pemerintahan
maupun pendidikan Islam yang
diterapkan berbeda-beda sesuai dengan politik, sosial, dan kultur budaya yang terjadi pada masa-masa tersebut.
Kekuasaan Dinasti Abbasiyah dibagi dalam lima periode, yaitu: (Suwito, 2008: 11). Pertama:Periode I (132 H/750 M-232
H/847 M), masa pengaruh Persia pertama. Kedua Periode II (232 H/847 M-334 H/945 M), masa pengaruh Turki pertama. Ketiga
:Periode
III (334 H/945 M-447 H/1055 M), masa kekuasaan Dinasti Buwaihi, pengaruh Persia kedua.Keempat Periode IV (447 H/1055 M-590
H/1194 M), masa Bani Saljuk, pengaruh Turki kedua. Kelima
: Periode V (590 H/1104
M-656 H/1250 M), masa kebebasan dari pengaruh Dinasti
lain.
Zaman pemerintahan dinasti
Abbasiyah dikenal sebagai
zaman keemasan dan kejayaan Islam,
secara politis para Khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan cinta ilmu
pengetahuan sekaligus merupakan pusat
kekuasaan politik dan agama. Disisi lain, kemakmuran masyarakat pada saat ini mencapai tingkat tertinggi. Pada masa ini pula umat Islam banyak
melakukan kajian kritis
terhadap ilmu pengetahuan
sehingga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam.
Dinasti Abbasiyah menyumbang peran penting dalam soal alih bahasa atau terjemahan, penerjemahan karya-karya penting sebenarnya sudah dimulai sejak pertengahan dinasti
Umawiyah. Ketika kekuasaan beralih ketangan dinasti Abbasiyah, kegiatan
penerjemahan ke dalam bahasa Arab
semakin marak dan dilakukan secara besar-besaran. Al- Manshur termasuk khalifah Abbasiyah yang ikut andil dalam
membangkitkan pemikiran, dia mendatangkan begitu banyak ulama cendikia
dalam berbagai disiplin
ilmu pengetahuan ke Baghdad. Di samping itu, dia juga mengirimkan utusan untuk mencari buku-buku ilmiah dari negeri Romawi dan
mengalihkannya
ke bahasa Arab. Akibatnya pada masa ini banyak para ilmuan dan cendikiawan bermunculan sehingga membuat ilmu pengetahuan menjadi
maju pesat. Adapun
puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh
khalifah yaitu al-Mahdi, al-Hadi, Harun al-Rasyid, al-Ma'mun, al- Mu'tashim,
al-Wasiq dan al-Mutawakkil.
Pada masa al-Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan
peningkatan di sektor pertanian, melalui irigasi
dan peningkatan hasil pertambangan seperti
perak, emas, tembaga
dan besi. Popularitas daulat 'Abbasiyah mencapai
puncaknya di zaman khalifah Harun al- Rasyid (786-809 M) dan puteranya
al-Ma'mun (813-833M). Kekayaan
yang banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit,
lembaga pendidikan dokter, dan farmasi didirikannya. Pada masanya juga sudah terdapat paling tidak
sekitar 800 orang dokter. Di samping itu, pemandian- pemandian umum juga dibangun. Tingkat kemakmuran yang paling
tinggi terwujud pada zaman khalifah
ini. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuam, dan
kebudayaan serta kekuasaan berada
pada zaman keemasannya. Pada masa inilah Islam menempati dirinya sebagai
negara terkuat dan tak
tertandingi. (Badri Yatim , 2010: 53).
Al-Makmun, pengganti al-Rasyid, ia adalah khalifah
ketujuh Bani Abbasiyah
yang melanjutkan kepemimpinan
saudaranya, Al- Amin. Ia dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya,
penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan saat itu, Khalifah al-Makmun
memperluas Baitul Hikmah (House of
Wisdom) yang didirikan ayahnya, Harun al-Rasyid sebagai perpustakaan, observatorium dan pusat penerjemahan,
Pendirian Bait al Hikmah merupakan karya monumental Al Makmun yang dimaksudkan untuk memasukkan hal-hal positif
dari kebudayaan Yunani ke dalam
Islam. Bait al Hikmah merupakan pusat pengkajian dan penelitian berbagai macam
ilmu sekaligus sebagai perpustakaan yang lengkap dengan team penerjemah. Team ini bertugas
menerjemahkan teks-teks asli Yunani, Persia, Suryani dan bahasa lainnya
ke dalam bahasa Arab. Para
penerjemah yang terdiri dari kaum Nasrani, Yahudi dan Majusi (sabaean) yang
digaji oleh khalifah dengan gaji yang
tinggi. Di samping dewan penterjemahan, beberapa dari rakyat yang kaya melindungi penterjemahan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab. Pada masa inilah
Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. (W. Montgomery Watt, 1972: 68). Dan selama pemerintahan Abbasiyah pertama,
ada empat orang penterjemah yang terkemuka, yaitu, Hunayn bin Ishaq, Wa'qub bin Ishaq, dari suku arah Kinda, Thabit
ibn Qurra dari Harran, dan Umar ibn al-Farrakhan dari Tabaristan. (Hasan Ibrahim
Hasan, 1989: 134).
Sejak upaya penterjemahan meluas dan sekaligus
sebagai hasil kebangkitan ilmu pengetahuan, banyak kaum muslimin mulai mempelajari
ilmu-ilmu itu langsung dalam bahasa Arab sehingga muncul sarjana-sarjana muslim yang turut mempelajari,
mengomentari, membetulkan buku-buku penterjemahan
atau memperbaiki atas kekeliruan pemahaman kesalahan pada masa lampau, dan menciptakan pendapat atau ide baru, serta
memperluas penyelidikan ilmiah untuk mengungkap rahasia alam, yang dimulai dengan mencari manuskrip- manuskrip klasik
peninggalan ilmuan yunani kuno,
seperti karya Aristoteles, Plato, Socrates, dan sebagainya. Manuskrip-manuskrip tersebut kemudian dibawa ke Baghdad lalu
diterjemahkan dan dipelajari di perpustakaan yang merangkap sebagai lembaga
penelitian (Baitul Hikmah)
sehingga melahirkan pemikiran- pemikiran baru.
Sejak akhir abad ke-10, muncul sejumlah tokoh wanita di
bidang ketatanegaraan dan politik seperti, khaizura, Ullayyah, Zubaidah, dan Bahrun. Di bidang kesusasteraan dikenal Zubaidah dan Fasl. Di bidang sejarah
para ahli sejarah
Arab mulai menyelidiki sejarah mereka sendiri,
sebagian baik yang sudah
kabur maupun hanya merupakan penanggalan cerita ataupun yang sudah tertulis dalam bentuk yang sudah disetujui dan
cenderung kepada sekte keagamaan yang bermacam- macam. Ide/proposal penyusunan sejarah dalam ukuran besar
didorong oleh paradigma orang- orang
Persia seperti Pahlevi Khuday Namich atau sejarah-sejarah raja yang
diterjemahkan oleh Ibn
al-Muqaffa'dari bahasa Persia kuno ke dalam bahasa Arab dengan judul: sejarah
raja-raja Persia (Turkish
Muluk al'Ajam). Buku ini dianggap
sebagai paradiqma penulisan
sejarah. Hisham dari suku Kalb (619 M) dan ayah Muhammad
merupakan ahli sejarah bangsa Arab pertama, mereka
terkenal karena ketelitian dalam ceritanya. (Hasan Ibrahim Hasan, 1989: 135).
Di bidang kehakiman, muncul Zainab
Umm Al-Muwayid. Di bidang seni musik, Ullayyah dikenal sangat tersohor
pada waktu itu.
Sementara di bidang pendidikan mendapat perhatian yang
sangat besar, sekitar 30.000 mesjid di Baghdad
berfungsi sebagai lembaga
pendidikan dan pengajaran pada tingkat dasar. Perkembangan
pendidikan pada masa dinasti Abbasiyah dibagi dua tahap, tahap pertama (awal abad ke-7 M sampai dengan ke-10 M)
perkembangan secara alamiah disebut juga sebagai sistem pendidikan khas Arabia dan tahap kedua (abad ke-11 M) kegiatan
pendidikan dan pengajaran diatur oleh
pemerintah dan pada masa ini sudah dipengaruhi unsur non-Arab. (Zuhairini, Moh. Kasiran,
dkk., 1985: 99).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar