Setelah abad ke-13
ketika Baghdad dihancurkan oleh Hulagu Khan,
dunia Islam mulai mundur.
Peradaban dan kemajuan ilmu pengetahuan yang telah dicapai oleh kaum muslimin
sebelumnya tidak nampak lagi. Bahkan kaum muslimin nampak statis dalam berbagai
lapangan pemikiran.
Sejak itu kondisi dunia Islam dengan berbagai aspeknya
menarik perhatian banyak kalangan. Dari pihak kaum muslimin terdapat dua
kelompok. Pertama, mereka yang menyadari tentang keadaan kaum muslimin dan menilai bahwa
praktek keagamaan umat Islam telah menyimpang dari ajaran Islam yang benar.
Mereka berpendapat jika
umat
Islam kembali kepada prinsip-prinsip ajaran Islam yang benar dan menggerakkan
semangat ijtihad dalam setiap proses berfikir, maka kaum muslimin akan
memperoleh kembali kemajuan sebagaimana yang pernah dicapainya pada waktu
lampau. Mereka inilah yang dengan gigih memperjuangkan ide-ide Islam ke dalam usaha pembaharuan masyarakat Islam. Kedua,
mereka yang berpegang
teguh kepada tradisi abad pertengahan beranggapan bahwa apa yang telah
dicapai oleh para ulama Islam
terdahulu di bidang pemikiran agama, terutama pemikiran imam mazhab yang empat
(Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) dinilai mutlak, dan tidak mungkin ada
pemikiran lain yang bisa menandinginya. Atas dasar pandangan ini tertanamlah
rasa skeptisme dalam tubuh kaum muslimin. Kelompok yang kedua ini mewakili kaum
tradisional dalam masyarakat Islam. mereka menolak setiap pembaharuan di dalam
Islam, dan mengatakan bahwa setiap perubahan merupakan rongrongan terhadap
agama itu sendiri.
Di Indonesia proses reformasi pemikiran
Islam, terjadi setelah terbukanya komunikasi
yang luas dengan negara-negara Timur Tengah yang menjadi pusat Islam.
Proses perubahan ini dilakukan oleh individu dan kelompok masyarakat yang ingin
memperjuangkan identitas dan prinsip ajaran Islam di tengah-tengah kehidupan
bangsa Indonesia. usaha tersebut direalisir dengan mendirikan organisasi
tertentu. Di antara organisasi tersebut adalah organisasi Muhammadiyah.
Muhammadiyah dipandang memiliki peranan yang sangat penting
dalam menyebarkan ide-ide pembaharuan Islam dan memiliki pengaruh yang sangat
kuat di kalangan masyarakat menengah Indonesia. Muhammadiyah dapat dikatakan trendsetter dan dapat
diibaratkan
sebagai lokomotif penarik gerbong gerakan reformis Indonesia. hal ini dapat
dilihat dari luasnya cakupan reformasi Muhammadiyah yang tidak hanya bergerak dalam tataran reformasi
pendidikan tetapi juga diberbagai bidang lain seperti menjadi pelopor pendirian
pantipanti asuhan, rumah sakit, Bank Pengkreditan Rakyat, Baitul Mal wa
at-Tamwil dan lain sebagainya sebagai ciri masyarakat modern.
Gerakan pembaharuan Muhammadiyah dalam berbagai bidang,
khususnya gerakan pembaharuan Muhammadiyah dalam pendidikan. Karena awal cikal
bakal berdirinya Muhammadiyah diilhami dan dimotori oleh gerakan pendidikan dan
pendidikan menjadi area of concern Muhammadiyah dalam eksperimen pendidikan
Islam modern abad 20 yang pada akhirnya melahirkan berbagai kemajuan di
berbagai bidang kehidupan masyarakat Indonesia.
K.H. Ahmad Dahlan: Tokoh Pendiri Muhammadiyah
Ahmad Dahlan adalah tokoh penting dalam sejarah pendidikan
dan keagamaan di Indonesia pada awal abad ke-20. Ia lahir pada 1 Agustus 1868
di Yogyakarta, yang saat itu masih merupakan bagian dari Kesultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat. Ahmad Dahlan merupakan seorang ulama, pendidik, dan
aktivis sosial yang dikenal karena perannya dalam mendirikan Muhammadiyah,
sebuah organisasi Islam yang berfokus pada pendidikan, keagamaan, dan
kesejahteraan umat.
Sejak muda, Ahmad Dahlan telah menunjukkan minat yang kuat
dalam bidang keagamaan dan pendidikan. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar
di Madrasah Tarbiyah Islamiyah, ia melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih
tinggi di Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir, di mana ia belajar ilmu agama
dan bahasa Arab.
Setelah kembali ke Indonesia pada tahun 1897, Ahmad Dahlan
merasa terdorong untuk mengatasi berbagai tantangan sosial dan pendidikan yang
dihadapi oleh masyarakat Muslim. Pada 18 November 1912, ia mendirikan
organisasi Muhammadiyah di Yogyakarta dengan tujuan utama untuk meningkatkan
pendidikan dan kesejahteraan umat Islam.
Melalui Muhammadiyah, Ahmad Dahlan membangun jaringan
sekolah-sekolah modern yang menggabungkan pendidikan agama dengan pengetahuan
umum. Sekolah-sekolah ini menjadi penting dalam menyebarkan ajaran Islam yang
moderat dan memajukan kemajuan sosial dan ekonomi umat Muslim.
Selain sebagai pendidik, Ahmad Dahlan juga aktif dalam
kegiatan sosial dan dakwah Islam. Ia mendorong umat Muslim untuk memperkuat
nilai-nilai agama, moralitas, dan etika dalam kehidupan sehari-hari.
Ahmad Dahlan meninggal dunia pada tanggal 23 Februari 1923
di Yogyakarta, tetapi warisannya terus hidup melalui Muhammadiyah dan
kontribusinya yang besar terhadap perkembangan pendidikan dan keagamaan di
Indonesia. Ia diakui sebagai salah satu tokoh
yang sangat berpengaruh dalam membentuk identitas dan peradaban Islam
di Indonesia.
Latar Belakang
Berdirinya Muhammadiyah
Mustafa Kemal Pasha dan Ahmad Adaby Darban mengatakan bahwa
secara garis besar faktor utama yang melatarbelakangi berdirinya Muhammadiyah
adalah:
1. Faktor subjektif. Faktor ini dapat dikatakan sebagai faktor utama dan
faktor penentu yang mendorong berdirinya Muhammadiyah. Muhammadiyah merupakan
hasil pendalaman Ahmad Dahlan terhadap al-Qur`an. Selain gemar membaca al-Qur`an, ahmad Dahlan juga mengkaji isi
kandungan al- Qur`an. Sikap ini pulalah yang dilakukan Ahmad dahlan ketika
mengakaji QS Ali Imron ayat 104 yang artinya:
“Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, meyuruh kepada
yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung.”
Dalam
memahami seruan ayat ini, Ahmad Dahlan tergerak hatinya membangun sebuah
perkumpulan atau organisasi yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmat
melaksanakan dakwah Islam di tengah-tengah masyarakat.
2. Faktor objektif. Ada beberapa sebab yang bersifat objektif yang melatar
belakangi berdirinya Muhammadiyah, yang dapat dikelompokkan dalam faktor
internal, yakni faktor-faktor yang muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat
Islam Indonesia dan eksternal yaitu faktor-faktor penyebab yang ada di luar
tubuh masyarakat Islam Indonesia.
3. Faktor objektif bersifat
internal, yakni ketidakmurnian ajaran Islam akibat tidak
dijadikan al-Qur`an dan al-Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian
besar umat dan lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum
mampu menyiapkan generasi yang siap mengemban misi selaku khalifah
Allah di bumi.
4. Faktor objektif eksternal, yaitu: semakin meningkatnya gerakan
kristenisasi di tengah-tengah masyarakat Indonesia dan penetrasi bangsa-bang
Eropa terutama bangsa Belanda
ke Indonesia, demikian
pula Mukti Ali menyimpulkan
bahwa dari sekian banyak faktor yang melatar belakangi berdirinya Muhammadiyah,
setidaknya tersimpul dalam empat faktor yang utama. Pertama, ketidakbersihan
dan campur aduk kehidupan agama Islam di Indonesia. Kedua, ketidakefisienan
lembaga-lembaga pendidikan Islam Indonesia. Ketiga, aktifitas misi-misi
Khatolik dan Protestan. Keempat, sikap acuh tak acuh, malah kadang-kadang sikap
merendahkan golongan intelegensia terhadap Islam.
Sementara Achmad Jainuri menambahkan bahwa faktor eksternal
kelahiran Muhammadiyah selain berkaitan dengan politik Belanda terhadap kaum
muslimin Indonesia, juga karena pengaruh ide dan gerakan di Timur Tengah,dan
juga kesadaran beberap pemimpin Islam terhadap kemajuan yang telah dicapai oleh
Barat.
Dalam perspektif Islam, kelahiran Muhammadiyah didorong oleh kesadaran tanggung jawab sosial yang ada
masa itu sangat terabaikan. Dengan kata lain doktrin sosial tidak digumulkan dengan realitas kehidupan umat. Muhammadiyah mencanangkan agenda perjuangan yang sejalan dengan gagasan-gagasan
modernisasi
Islam
yang berkembang di dunia Islam. Purifikasi, kembali kepada al-Qur`an dan
Sunnah, kritik terhadap taqlid untuk membuka kembali pintu ijtihad, modernisasi
pendidikan, dan aktivisme sosial merupakan agenda-agenda utama Muhammadiyah.
Gerakan Pembaharuan Pendidikan Muhammadiyah
Muhammadiyah, sebagai gerakan reformasi pendidikan,
mengimplementasikan ide-idenya melalui berbagai upaya, seperti mendirikan
madrasah dan pesantren yang menyertakan kurikulum pendidikan umum dan modern.
Mereka juga mendirikan sekolah umum dengan menambahkan kurikulum keislaman.
Lembaga-lembaga pendidikan ini dikelola melalui Majelis Pendidikan Dasar dan
Menengah, mulai dari tingkat pusat hingga cabang.
Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah bertugas
menyelenggarakan amal usaha di bidang pendidikan, mengacu pada keputusan
muktamar, musywil, dan musda. Untuk memberikan acuan yang jelas dalam
penyelenggaraan pendidikan, mereka merumuskan keputusan bersama dalam rapat
kerja nasional.
Muhammadiyah juga berusaha mengubah sistem tradisional
pondok pesantren dengan memperkenalkan model baru yang menggabungkan
unsur-unsur Islam dengan sistem
administrasi modern. Sebagai contoh, mereka mendirikan Pondok Muhammadiyah,
yang merupakan pembaharuan dalam pendidikan Islam dengan mengintegrasikan ilmu
agama dan umum.
Pada tahun 1924, Pondok Muhammadiyah bertransformasi
menjadi Kweekschool Muhammadiyah, yang kemudian terbagi menjadi Kweekschool
Muhammadiyah Putri (Madrasah Muallimat Muhammadiyah) dan Kweekschool
Muhammadiyah Putra (Madrasah Muallimin Muhammadiyah).
Muhammadiyah juga mendirikan sekolah-sekolah serupa dengan
sekolah Belanda, namun menambahkan mata pelajaran agama dalam kurikulumnya.
Salah satu contohnya adalah HIS met
the Quran, yang kemudian menjadi HIS Muhammadiyah. Muhammadiyah juga mendirikan
sekolah dasar pertama pada tahun 1915 dengan kurikulum modern yang meliputi
pendidikan agama Islam dan mata pelajaran lain seperti di sekolah-sekolah
pemerintah.
Karakteristik utama dari lembaga pendidikan modern
Muhammadiyah adalah HIS met the Quran atau "sekolah umum plus", yang
merupakan perpaduan antara pendidikan Islam tradisional dan pendidikan Barat
modern. Model ini menjadi alternatif bagi madrasah dan sekolah
sekuler, sehingga memainkan peran penting dalam rekonsiliasi antara intelektual
Muslim dan cendekiawan Barat. Sistem pembelajaran tradisional juga digantikan
dengan sistem kelas, dan prestasi belajar diukur melalui ujian-ujian yang
berpengaruh terhadap kenaikan kelas dan kelulusan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar